Kesadaran Sebagai Bagian Dari Energi Semesta Yang Kekal Abadi

Seluruh yang ada di kehidupan bumi alam ini adalah bagian dari Sang Energi (Nyawa)  Alam Semesta Yang Kekal Abadi yang senantiasa berubah bentuk.

Bahkan makanan basi yang dibayangkan sebagai sampah yang berbau busuk pun merupakan bagian dari energi atau nyawa yang kekal abadi.

Mari kita perjelas dengan sebuah keterangan proses evolusi energi berikut :  bahwa sebelum menjadi sampah yang berbau busuk adalah berupa makanan yang lezat, sebut saja makanan tersebut adalah nasi liwet yang hangat dan nikmat.

Sebelum dimasak menjadi nasi liwet tentunya adalah energi berbentuk berasal, sebelum beras adalah berbentuk  padi baik yang telah dipetik maupun yang masih ditanam, sebelum menjadi tanaman padi yang bercabang, berbunga dan berbuah biji padi yang banyak, adalah berupa sebutir biji padi.

Dari mulai energi berbentuk biji padi yang ditanam sampai dengan menjadi nasi liwet basi yang busuk, terdapat proses evolusi energi berubah bentuk beberapa kali, setelah nasi liwet basi dibuang menjadi sampah maka nasi liwet akan berubah bentuk menjadi air dan tanah, yang artinya akan kembali menyatu dengan energi semesta dalam bentuk air dan tanah, sementara bentuk padi itu telah hilang.

Lalu bagaimana dengan nasi liwet yang berhasil masuk kedalam perut manusia? Sebagian besar dari energi yang berbentuk nasi liwet tersebut tetap akan menjadi limbah energi (kotoran)  yang kembali ke tanah dan air, kembali menyatu dengan bumi alam ini.

Dan hanya Sebagian yang sangat kecil sekali yang berhasil menjadi intisari yang terus berevolusi menjadi darah dan daging dalam diri manusia. Yang artinya bahwa nyawa/energi padi telah berubah bentuk menjadi bagian dari wujud jatidiri manusia.

Sampai di proses evolusi ini, nyawa padi telah berhasil mereingkarnasi menjadi bagian dari manusia.

Dalam diri manusia, nyawa padi ini pun melalui berbagai proses seleksi untuk bisa meraih posisi kedudukan yang terbaik, melalui aliran darah dalam tubuh manusia, reingkarnasi dari nyawa-nyawa padi ini mengitari semesta mini berwujud manusia untuk bisa menduduki di salah satu organ tubuh yang penting bahkan paling penting.

Bahkan reingkarnasi nyawa padi ini berjuang, bersaing dan berusaha untuk bisa menjadi wujud manusia yang mandiri dengan mengikuti proses seleksi yang sangat ketat untuk bisa menjadi sel sperma atau sel telur untuk ikut kompetisi bersama milyaran nyawa lainnya dalam suatu persaingan menjadi cikal bakal manusia.

Sampai disini kita mendapatkan pencerahan yang sangat jelas bahwa energi terus berevolusi berubah bentuk sesuai kehendak dari energi itu sendiri dalam perputaran Keabadian-NYA.

Begitu pun dengan jatidiri manusia, sesungguhnya adalah bagian dari wujud energi atau nyawa abadi yang terus berubah bentuk, baik dengan kesadaran sebagai jatidiri manusia sejati, maupun dengan ketidak sadaran berjatidiri manusia sejati, tetaplah bahwa manusia adalah bagian dari wujud energi/nyawa semesta yang kekal abadi.

Perbedaan antara dengan kesadaran dan dengan sama sekali tidak memiliki kesadaran sebagai jatidiri manusia sejati, tentu akan sangat jauh, sebab dengan kesadaran Universal seseorang pasti akan memiliki berbagai keunggulan dan keistimewaan,

Diantaranya adalah mengetahui dan memahami proses evolusi selanjutnya akan kemana? Dimana? Berevolusi menjadi bentuk apa? Dan bagaimana? Bahkan kita akan memiliki kebebasan untuk menentukan takdir masa depan kita,

Sangat berbeda dengan tidak memiliki kesadaran yang sejati, dimana proses evolusi yang terjadi adalah bersifat random, bukan atas kehendak diri manusia, sehingga posisi jiwa raga kita pun akan seperti nasi liwet basi yang dibuang, atau terkubur dulu dengan jasad dimakan cacing tanah, sebelum kembali menyatu dengan alam semesta.

Dengan kesadaran sebagai bagian dari Sang Nyawa Semesta yang kekal abadi tentu kita akan sangat menghargai keberadaan Sang Nyawa Abadi yang ada di dalam diri, sehingga kita pun akan berupaya seoptimal mungkin untuk bisa mempertahankan existensi hidup dan kehidupan di bumi alam ini, minimalnya tidak akan pernah punya keinginan untuk mati, sampai diri merasa  jenuh dengan wujud rupa diri yang ada pada saat ini, dan kita ingin berevolusi menjadi bentuk rupa baru.

Sehingga dengan kesadaran Universal, kita pun akan bisa hidup panjang umur tanpa adanya batasan usia, karena kita akan menjadi selaras dengan Nyawa Semesta Yang Abadi.

Dengan kesadaran universal ini, kita benar-benar akan menjadi lebih mampu untuk mendayagunakan potensi kekuatan dan kekuasaan yang ada dalam dirinya, seperti potensi “Sistem Regenerasi Sel atau Sistem Metabolisme Sel” yang berfungsi untuk melakukan proses peremajaan sel dalam diri manusia.

Dengan logika dasar saja seharusnya manusia akan berpikir bahwa Sistem Energi (Regenerasi Sel)  ini adalah suatu sarana atau fasilitas bagi manusia untuk senantiasa bisa tampil awet muda.

Sebab dengan sistem regenerasi ini seharusnya  terjadi proses peremajaan secara konstan, artinya ada suatu aktifitas pembaharuan sel setiap saat, dengan menggantikan setiap sel yang mati, sel yang telah rusak dengan sel-sel baru yang tentunya lebih baik, dan lebih berkualitas.

Dengan begitu, seharusnya dalam diri manusia tidak pernah ada sel yang (mati, rusak atau kedaluarsa) karena setiap saat selalu diganti dengan sel-sel baru yang lebih up to date,

Sehingga seharusnya setiap manusia itu tidak perlu mengalami proses penuaan, tidak perlu ada proses pengeroposan, tidak perlu ada proses pengurangan energi yang menyebabkan manusia menjadi lemah, rapuh, loyo, keriput, sakit yang pada akhirnya mengalami proses kematian dalam kondisi yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh manusia karena meninggalkan kesan kesedihan dan duka nestapa.

 Mungkin anda anda akan bertanya, bukankah proses penuaan dan kematian itu suatu proses yang bersifat alamiah karena sudah menjadi paket hukum alam yang pasti terjadi dan tak dapat dihindari?

Anda benar, bahwa hal itu memang sudah merupakan paket hukum alam yang telah berlaku selama ribuan tahun, tapi anda juga harus Ingat dan sadar bahwa hukum alam itu adalah produk hukum yang merupakan refleksifitas dari pikiran, perasaan dan perbuatan manusia.

Karena manusia adalah khalifah atau pemimpin/raja bumi alam ini, sehingga gerak sekecil apa pun dari Sang Raja Bumi Alam ini, akan menjadi hukum alam yang wajib terjadi.

Dan selama ribuan tahun manusia berparadigma dan berkeyakinan bahkan mewajibkan dirinya harus mengalami kematian, sehingga proses penuaan pun menjadi hal yang wajib terjadi dalam setiap diri manusia.

Dengan begitu “hukum alam” yang selama ribuan tahun berlaku, adalah refleksifitas dari rasa, rasio dan raga (dalam bentuk paradigma dan keyakinan) manusia dalam kondisi ketidak sadaran jatidiri sejati nya.

Ditambah lagi dengan pembatasan usia yang ditentukan oleh manusia dengan batas usia sang tokoh idola yang wafat pada usia 63 tahun, dan dijadikan sebagai standar maksimal usia manusia.

Padahal manusia terdahulu bisa mempertahankan existensi hidupnya bisa mencapai ribuan tahun, sungguh perbedaan usia yang sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan usia manusia pada saat ini yang rata-rata maksimal hanya sampai pada usia 70 tahun.

Apakah hal ini bukan merupakan bentuk kemunduran atau kemerosotan kualitas jatidiri manusia?

Jelas bahwa hal itu merupakan bukti kemerosotan kualitas jatidiri manusia yang sangat jauh dari nilai -nilai kebenaran yang sejati, sebab jika dikatakan bahwa jiwa raga manusia adalah amanat dari Tuhan YME yang harus dijaga dan dilestarikan, maka berarti manusia tidak bisa menjalankan amanat dengan baik dan benar, karena realitanya jiwa raganya rusak, hancur dan mati dalam ketidak sadaran sejatinya manusia. Akan jauh berbeda nilainya jika kematian itu atas dasar kehendak dan kesadaran diri manusia.

Ini merupakan ketidak sadaran manusia pada dirinya sendiri, yang tidak mengetahui atau tidak memahami adanya potensi Keabadian dalam dirinya

Padahal jika kita mau mengkaji lebih dalam lagi tentang potensi jatidiri manusia, kita akan mendapatkan pencerahan bahwa sebenarnya setiap saat manusia mendapatkan update atau pembaharuan nyawa/energi dari Alam Semesta ini,

Update energi tersebut dalam bentuk udara yang masuk dalam jiwa raga manusia sebagai napas kehidupan, dalam bentuk air yang masuk ke tubuh sebagai minuman, dalam bentuk suara alam sekitar, dalam bentuk cahaya alarm dan dalam bentuk berbagai hal yang ada di alam sekitar baik yang dilihat, didengar, dipikir dan dirasakan, yang semua itu intinya adalah berupa Energi Semesta yang sedang melakukan pembaharuan dalam jiwa raga manusia.

Adapun update atau pembaharuan nyawa tersebut menjadi berfungsi minimal, maksimal atau optimal bagi manusia atau bahkan menjadi energi negatif dalam jiwa raga manusia itu tergantung pikiran dan perasaan manusia dalam menyikapi asupan energi/nyawa yang masuk ke dalam tubuh.

Jika asupan energi tersebut hanya dipahami sehagai suatu proses alamiah yang biasa dan lumrah terjadi tanpa adanya pemahaman dan keyakinan bahwa itu adalah suatu proses pembaharuan energi agar jiwa raga manusia tetap up to date, baru dan muda.

Maka tentunya update energi tersebut pun menjadi hal biasa yang tidak ada pengaruhnya bagi jiwa raga manusia. Padahal update energi tersebut akan menjadi hal yang sangat luar biasa sekali jika kita memahami, merasakan dan meyakininya sebagai suatu Proses Energi Semesta Yang Kekal Abadi dalam melakukan dinamika pembaharuan atas jiwa raga diri agar tetap exis dengan penampilan diri yang semakin (sehat, segar, kuat, cerdas, muda, dan up to date dengan perkembangan evolusi global Energi Semesta Yang Kekal Abadi).

Sehingga update energi tersebut akan berfungsi minimal, maksimal, optimal  atau justru menjadi hal negatif dalam diri manusia itu sangat tergantung pada kuasa kendali pikiran dan perasaan masing-masing diri manusia,

Karena, sekali lagi kami tekankan disini bahwa kodrat jatidiri manusia adalah sebagai khalifah atas dirinya dan khalifah atas bumi alam raya ini, Sehingga baik buruknya hidup dan kehidupan manusia itu sangat bergantung pada diri manusia itu sendiri dalam mengatur, mengendalikan, mengolah dan mengelola energi semesta raya ini.

Jika energi semesta yang ada di dalam diri dan yang ada di sekitar diri dikendalikan ke arah yang positif,  maka tentunya Energi Semesta pun akan bermanfaat positif, begitu pun jika Energi Semesta itu baik yang ada di dalam diri maupun yang ada di sekitar diri dikendalikan ke arah yang negatif maka tentunya Energi Semesta pun akan bermanfaat negatif.

Dan terkait dengan sistem pengaturan dan pengendalian ini, tentunya sangat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan manusia sehingga baik buruknya hidup dan kehidupan manusia itu sangat bergantung pada pikiran dan perasaan manusia itu sendiri.

Untuk itu “Kesadaran Universal” haruslah dibangkitkan dalam diri setiap manusia yang ingin mendapatkan kehidupan yang sejati.

2 pemikiran pada “Kesadaran Sebagai Bagian Dari Energi Semesta Yang Kekal Abadi

Tinggalkan komentar